Video Klip yang OK

Beberapa waktu lalu, baru aja dapet video klip Mocca yang bagus banget. Lagu ini pas banget buat kamu yang baru lulus-lulusan atau yang udah lama melewati masa lulus-lulusan. Untuk lebih mengenang dan mengingat masa bahagia itu. Terutama di masa sekolah. Kalo mau lihat, monggo...



Cerpen: SISSY, CEWEK PENYESALAN

Sepoi angin siang yang panas menerpa wajah bersih milik seorang pemuda bernama Dika. Dedaunan kering berjatuhan menerpa bahu jalan yang sedang Dika lewati. Dengan topinya, ia berusaha menutupi wajahnya dari teriknya matahari kemarau. Sialnya, siang itu adalah siang di bulan puasa. Tak ada setetes air yang menyegarkan tenggorokannya yang kering.

Dika mematung di tepi jalan Salemba Raya. Seperti biasa, ia menunggu mikrolet jurusan Kampung Melayu-Senen untuk mengikuti bimbingan belajar di daerah Kenari. Hari ini ia akan melunaskan angsuran pembayarannya. Mama menitipkan tiga ratus rupiah pada Dika.

Niatnya untuk mengikuti bimbel, kini telah terkikis sedikit demi sedikit. Sudah cukup lama ia menunggu, mungkin hampir 1 jam. Tak biasanya ia menunggu lama seperti ini. Parfum yang tadi menyerebak mengelilingi tubuhnya, kini bercampur dengan keringat yang mengucur deras setetes demi setetes membasahi sekujur tubuhnya.

Saat matanya tajam menatap jalanan, tiba-tiba sudut matanya melihat sesosok makhluk yang membuat saraf tubuhnya merinding.

“Waaahhh…”, bisiknya.

Seorang gadis berambut panjang terurai melesat perlahan melewati Dika dengan harum tubuhnya yang menggoda. Baju merah sang gadis yang melambai tersapu angin juga membuat Dika semakin tergoda. Tiba-tiba gadis itu terdiam dan berdiri di samping Dika. Dika menjadi salah tingkah dibuatnya.

“Waduh, panas-panas begini, malah ketiban duren. Hehehehe…”, Dika berbicara dalam hati sambil cengar-cengir layaknya orang gila.

Dika yang telah mematung sejak lama kini lumer seperti lilin yang terbakar api. Tapi api yang berkobar sekarang bukan api biasa, melainkan api asmara.

“Hhmm…Gile ini cewek, cakeeep bangeeett”

“Eh, sorry, tadi kamu ngomong apa?”, gadis rambut panjang mulai bersuara.

Hening.

“Hei! Kamu denger nggak?”, gadis tadi menegur Dika.

“Ngha? Ha?”, tulalit benar ini si Dika, baru juga ditegur, sudah linglung.

Jantungnya berdetak lebih cepat. Keringatnya semakin deras membasahi tubuhnya yang semakin bau. Nampaknya Dika belum tersadar juga. Ia masih terpana dan mengalami keringat dingin. Setelah satu menit, Dika akhirnya tersadar dikarenakan bau tubuhnya yang tidak sedap. Hal pertama yang ia lakukan yaitu menyemprot parfum super wangi ke tubuhnya lagi. Mungkin pikirnya, “Malu dong, ganteng-ganteng begini bau kambing. Kambing aja ogah.”

“Tadi apa? Bisa diulang pertanyaannya?”

Gadis rambut panjang tersenyum sangat manis pada Dika, lalu berkata “Barusan kamu ngomong apa? Kamu ngomong ke aku kan?”

“Oh…itu…”, Dika merasa agak tenang.

“Tadi aku bilang kalau angkotnya lama banget. Aku udah nunggu sekitar satu jam di sini.”

“Yah, terus gimana dong ? Aku nggak mau kepanasan di sini…”

“Oh ya, namaku Sissy.”

“Sissy…Aku Dika.”

“Aku mau ke Atrium nih. Tapi aku bingung ke sana naik apa. Kamu tau nggak?”, Sissy membuka topik pembicaraan denga Dika.

“Tauu..Naik mikrolet M01 aja.”

“Oooo…”

“Aku baru sadar, tujuan kita sama.”, Dika berbohong.

“Ah, serius?”, Sissy setengah percaya.

“Serius!”, Dika meyakinkan dengan penuh semangat.

“Terus kalo lama begini, tetep mau naik mikrolet ?”, tanya Sissy.

“Hhhmm, gimana ya ? Ya, nggak lah! Naik taksi dong!”, Dika menjawab dengan gengsi.

“Kamu mau ikutan nggak?”, Dika menawarkan secara antusias pada Sissy.

“Mau.”, Sissy menjawab dengan pasti.

Akhirnya sebuah taksi yang meluncur di muka jalan berhenti menghampiri mereka berdua. Dika dan Sissy pergi bersama menuju Atrium Mall. Walaupun mereka baru saja berkenalan, keduanya akrab seperti sepasang teman lama. Mereka menceritakan tentang kehidupannya masing-masing. Tak disangka, ternyata Dika dan Sissy adalah teman sekelas sewaktu TK. Hal itu menunjukkan usia Sissy sepantar dengan Dika.

***

Pukul 13.30 Dika dan Sissy sampai di Atrium Mall. Seharusnya pada pukul 13.30 Dika sudah berada di kelas bimbingan belajar dan sudah membayarkan angsuran pembayaran titipan mama. Tapi sayang, semua rencana Dika bubar dikarenakan seorang gadis asing. Di bulan Ramadhan seperti ini, ia telah mengkhianati mamanya.

Aroma restoran fast food menyeruak dan terhirup oleh hidung Dika. Perut yang telah puasa sejak subuh tiba-tiba mengeluarkan bunyi keroncongan. Merayap di sela-sela usus dan terasa begitu masam. Lidah Dika mulai menggeliat, mulutnya pun mengeluarkan liur kelaparan.

”Dika, laper nggak ?”, pertanyaan Sissy mengagetkan Dika.

”Sebenarnya...iya, Sissy.”

”Makan yuk!”

”Haah!!”, Dika merasa sangat kaget dengan pernyataan Sissy.

”Kamu puasa nggak? Aku lagi nggak puasa nih”

”Aku...puas..Eh, aku nggak puasa kok. Yuk makan!”, terpaksa Dika berbohong untuk mencuri waktu bersama Sissy.

Mereka langsung meluncur ke sebuah restoran cepat saji. Di sana, Sissy memesan banyak jenis makanan. Namun, semua makanan yang telah Sissy pesan, tidak ia habiskan.

Sorry, Dika, aku suka semua makanan ini. Tapi aku lupa, aku kan lagi diet. Kamu yang ngabisin ya...Please. Aku nggak mau gemuk.”

”Gimana ya...sayang lagi...”

”Ayo lah Dika... Aku nggak mau gemuk”

”Ya udah deh. Daripada mubazir.”

Selama 1 jam Dika berusaha menghabiskan makanan sisa dari Sissy. Dika hanya memesan es teh saja. Semua yang mereka pesan, sepenuhnya Dika bayar. Entah mengapa, ia ingin terlihat hebat di hadapan gadis yang satu ini. Ia menghabiskan seratus lima puluh ribu di restoran ini.

Setelah membatalkan puasa di restoran bersama Sissy, Dika berniat ke toko buku. Ternyata Sissy memiliki rencana yang sama. Sissy ingin membeli novel teenlit terbaru. Selama 2 jam mereka mencari buku. Sesampainya di kasir...

“Totalnya seratus ribu.”, seorang kasir menyebutkan nominal harga novel yang dibeli Sissy.

Saat Sissy akan mengeluarkan uang dari dompetnya, Dika melarangnya.

”Ini, Mba.”, Dika lagi-lagi mentraktir Sissy. Sissy hanya diam sambil mesam-mesem kegirangan.

Tepat pukul 5 sore. Mereka sudah keluar dari Atrium Mall. Hendak menunggu kendaraan di halte bus. Sissy bolak-balik menerima telepon. Dika diacuhkan oleh Sissy. Padahal Dika melakukan banyak pengorbanan pada hari ini demi ngegebet Sissy.

“Dika, aku pulang ya.”

“Sissy, kok cepet banget ? Kan kita ngobrolnya baru sebentar.”

”Ya udah, ini aku catetin alamat sama nomor handphone-ku. Aku minta juga. Boleh kan ?”

Dika dan Sissy saling memberi alamat dan nomor telepon.

Thanks banget ya. Aku nggak pernah ketemu cowok kayak kamu. Baiiiiii..iiikk bangeee..ttt.”

”Aduh, aku jadi nggak enak nih. Aku juga nggak pernah ketemu cewek kayak kamu. Cantik banget.”

”Tin..tin..”, suara klakson sebuah mobil mewah yang berhenti di depan mereka berdua.

”Ayo dong, sayang, naik. Udah sore nih.”, seorang cowok keren memakai sun glasses bermerek Calvin Klein mengajak Sissy masuk ke mobilnya.

“Oke!”, Sissy menjawab dan ngibrit masuk ke dalam mobil.

“Daaa…aaaah….. Dikaaaa!!”, ucapan terakhir Sissy pada Dika.

”Haah!! Sialan banget!!!”, Dika kaget setengah mati melihat Sissy mencampakkannya begitu saja dan pergi bersama laki-laki keren itu. Ia langsung merobek kertas alamat dan nomor telepon yang diberikan Sissy tadi.

Dika lemas seketika dan berharap semua yang hari ini ia lakukan adalah mimpi. Ia merasa bodoh dan menjadi pecundang hanya karena seorang gadis yang baru saja ia kenal. Walaupun Sissy mengaku pernah sekelas dengan Dika sewaktu TK. Ia bingung harus menjawab apa bila ditanya mamanya. Dika juga merasa bersalah karena telah membatalkan puasanya. Uangnya kini hanya lima ribu rupiah.

***

Sudah sebulan tragedi Sissy menimpa Dika. Ia terpaksa berbohong pada mamanya. Dika mencari alasan lain, ia mengaku uangnya dijambret orang. Tidak logis memang. Tapi karena Dika anak semata wayang dan kesayang mama, jadi mamanya percaya saja dengan pengakuan Dika yang aneh.

Dika gagal menggaet Sissy dan Dika tidak jadi mengikuti les. Mamanya tidak punya uang lagi. Keluarga Dika bukanlah keluarga yang berada. Papanya telah wafat sewaktu Dika berumur 8 tahun. Mamanya yang menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai penjahit.

Tapi Dika tidak ingin jauh dari pergaulan dikarenakan latar belakangnya yang tidak cerah. Ia berusaha mati-matian berdandan dan berlagak layaknya kaum borju. Maka tidak heran, banyak gadis membuat antrian panjang demi merebut hati Dika yang terlihat kaya.

Satu minggu ini, mama Dika pulang kampung. Nenek sedang sakit keras. Jadi, Dika harus tinggal sendiri di rumah. Ia bingung ingin melakukan apa di rumah. Sebenarnya ia ingin mengusir rasa bosan dengan ngobrol lewat handphone bersama sahabatnya. Tapi sayang, Dika jarang mengisi pulsa. Jadi terpaksa ia bengong di teras rumahnya. Tiba-tiba handphone-nya berdering. Seorang gadis yang menelepon.

“Hai, Dika. Masih inget sama aku nggak ?”

”Siapa ya ? Sorry, lupa.”

”Ini Sissy.”

Mendengar nama Sissy, Dika langsung menutup pembicaraan. Trauma rasanya. Beberapa detik kemudian, nomor telepon yang sama menelepon Dika. Dika diamkan handphone-nya berdering. Ia enggan mengangkatnya. Tapi, ada rasa ragu di hatinya. Setelah berpikir berkali-kali, ia angkat telepon dari Sissy.

”Dika marah sama Sissy ya ? Kok tadi dimatiin ?”

”Emang!”, Dika menjawab ketus.

”Pasti gara-gara sore itu ya ? Sissy ninggalin Dika begitu aja.”

”Iya!”, Dika masih menjawab ketus.

”Maaf banget ya. Soalnya Sissy udah dijemput. Nggak bisa lama-lama.”

”Dijemput siapa ? Oh, Dika inget. Cowok tajir itu kan!”

”Dika jangan marah. Cowok itu kakaknya Sissy. Sissy nggak mau bikin Dika marah. Maaf ya...”

”Oooo..”

”Dika nggak marah kan ?”

”Iya, iya. Dika maafin.”

”Eh, Dika. Udah lama nih kita nggak ketemu. Mau ketemuan lagi nggak ?”

”Eeeehh...Gimana ya ?”

”Sissy ulang tahun loh minggu depan. Dika dateng ya.”

”Iya. Dika dateng.”

See you!“

Tut. Pembicaraan berhenti. Dika baru ingat sesuatu. Ia tidak punya alamat dan nomor telepon Sissy lagi. Ia masih bingung, Sissy merayakan ulang tahunnya di mana.

Dika mencoba pergi ke wartel dan menghubungi nomor telepon yang tertera di handphone-nya. Mungkin saja itu nomor telepon Sissy.

Sesampainya di wartel, ia mencoba menghubungi Sissy. Gagal. Tidak ada yang mengangkat. Ia coba lagi. Berkali-kali. Akhirnya, tersambung juga dengan nomor yang dituju. Telepon diangkat dan ternyata nomor yang Dika hubungi bukanlah nomor telepon Sissy melainkan nomor telepon wartel tempat Dika menelepon. Dika bingung.

Dika berusaha memutar otak agar bertemu lagi dengan Sissy.

„Oh, iya. Sissy bilang dia suka main ke Atrium Mall tiap weekend. Gue ke sana aja kali ya… Mungkin aja ketemu lagi sama Sissy.”

Dengan bermodalkan tiga ribu rupiah, Dika pergi ke Atrium Mall. Di sana, ia kebingungan mencari sosok Sissy. Selama 1 jam Dika mengelilingi mall tersebut. Dika kelelahan. Ia termangu di tepi eskalator. Dika tersadar. Ada Sissy di salon. Sissy lalu keluar dari salon itu dan menuju ke pintu keluar. Sissy tidak sendiri. Ia bersama seorang pria setengah baya. Tingkah laku Sissy dan pria tadi terlihat aneh. Tidak terlihat seperti ayah dan anak. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih. Dika terus menmbuntuti Sissy dan pria itu. Dika merengut keheranan.

”Jduk!”, Dika menabrak kaca di pintu keluar dan terjatuh. Ia tidak melihat ada kaca karena terlalu fokus mengikuti Sissy.

Setelah mampu berdiri, Dika hendak mengejar langkah Sissy yang telah jauh. Sissy sudah masuk ke dalam mobil Jaguar berwarna hitam. Dika terus melihat kepergian Sissy. Dika terus memperhatikan nomor polisi mobil yang Sissy naiki. Tak ada yang bisa Dika lakukan lagi. Ia hanya bisa diam. Apa daya tangan tak sampai. Dika lalu pulang dengan tangan hampa.

***

Dengan langkah yang gontai, Dika turun dari mikrolet dan turun di depan gang rumahnya. Keringat dan air mata bercucuran membasahi tubuhnya, diikuti gerimis yang turun sore ini. Hati Dika juga gerimis. Patah hati. Harapannya untuk mendapatkan gadis gebetannya, Sissy, telah pupus.

Saat melangkah selama sepuluh menit, Dika menemukan mobil yang tadi Sissy naiki. Dika mengecek nomor polisinya. Ternyata sesuai. Beberapa detik kemudian, mobil itu pergi meninggalkan wartel yang tadi Dika datangi.

”Kok, Sissy, ada di sini. Ini kan wartel yang gue datengin. Ah, nggak mungkin. Mendingan gue pulang aja.“

***

Dika dengan segera berjalan menuju rumahnya. Ia baru ingat, rumahnya belum dikunci. Pintu rumahnya masih terbuka.

Sungguh terkejut Dika, melihat isi rumahnya yang sedikit kini bertambah kosong. Televisi dan mesin jahit mama hilang. Ada pencuri !

Dika panik dan berlari menuju wartel. Dika hendak melapor polisi. Tapi wartel yang ia datangi tadi tutup. Ia bingung.

Ia menggedor pintu wartel. Berkali-kali. Tiba-tiba seorang gadis keluar dan melihat Dika dengan heran. Sissy!

„Dika, kok ada di sini ?“

“Ada juga Dika yang tanya. Sissy kenapa ada di wartel ini ?”

“Sissy tinggal di wartel ini.”

“Kok aneh. Sissy kan orang kaya. Kenapa tinggal di kampung miskin begini ?”

“Ehm, panjang ceritanya.”

Sejenak Dika lupa kalau dia hendak melapor polisi. Ia begitu terlena dengan Sissy sehingga melupakan tujuan awalnya.

”Ayo, cerita dong.”, Dika memaksa.

“Jangan di sini. Masuk yuk!

Sissy mengajak Dika masuk ke dalam wartel. Sissy terlihat agak lusuh kali ini.

„ Dika, maaf ya.“

„Ngapain minta maaf ?“

„ Sissy udah ngeboongin Dika. Udah manfaatin Dika. Udah manfaatin banyak laki-laki.“

”Apa sih ? Dika nggak ngerti ?”, Dika berlagak bodoh.

„ Iya. Jadi, Sissy manfaatin kecantikan Sissy buat ngerogoh dompet cowok-cowok tajir. Termasuk Dika.“

„ Apa ???!!“, Dika kaget.

„ Sissy manfaatin keadaan sebenarnya. Bukan niat dari awal. Sissy cuma nemenin jalan-jalan aja kok. Nggak lebih. Jadi Dika jangan mikir macem-macem.”

” Oke. Terus, Oom-oom tadi itu ?”
” Dika kok tau ??”

” Tadi Dika ngeliat Sissy di Atrium.”

” Sama kayak yang lain. Sissy baru kenalan.”

” Terus, cowok keren yang pake sun glasses ??”

” Itu pacar Sissy. Tapi sekarang udah putus. Sorry kalo Sissy bo’ong. Soalnya Sissy masih berharap bisa ketemu Dika lagi.”

”Jadi, berlagak ngundang di acara ulang tahun. Buat manfaatin untuk kedua kalinya. Gitu ???!!??”

Dika geram. Ia mendorong Sissy hingga terjatuh. Dika keluar dari wartel Sissy dan menabrak seorang ibu.

Masya Allah ! Dika, ngapain kamu nabrak mama ?”

” Maaf , Ma. Nggak sengaja. Dika mau pulang.”

„ Eh, jangan pulang dulu.“, mama menghentikan langkah Dika.

„ Ada apa lagi, Ma ?“

„ Ambil TV sama mesin jahit Mama di tempat servis bang Korim.“

„ Hah ??? Servis ??“

„Eh, kamu kaget ya ? Maafin Mama ya. Tadi Mama asal bawa aja. Nggak bilang-bilang kamu dulu. Soalnya buru-buru mau dijual buat nebus biaya rumah sakit nenek.

„Harusnya Dika yang minta maaf. Tadi Dika kira barang-barangnya dicuri maling. Dika lupa ngunci pintu. Nggak nyangka banget kalo Mama udah pulang.”

“ Lain kali jangan teledor lagi ya.Mama minta doa kamu ya supaya nenek nggak sakit lagi”

” Iya. Dika juga nggak mau nenek sakit. Hhhmm...Ma, Dika mau jujur nih. Tapi Mama jangan marah...“

„Apa dulu ?“

„Uang yang waktu itu buat bayar les, hilangnya bukan karena dijambret orang. Tapi Dika yang jajanin. Dika batalin puasa juga.“

Astaghfirullah, Dika !!“, mama sangat kaget dan terjatuh lemas.

Dika menyesal telah jujur pada mama. Ia secara tidak langsung membangkitkan penyakit darah tinggi mama. Setelah dilarikan ke rumah sakit, penyakit mama terdeteksi begitu buas dan menyebabkan mama meninggal seketika karena penyakit jantung dan darah tinggi. Dika hanya bisa menangis sesugukan di koridor RSCM dan terus memikirkan dari mana ia melunasi biaya pemakaman mamanya nanti. Seandainya ia tidak bertemu dengan Sissy. Seandainya ia tidak berlagak hebat dan borju. Mungkin semua yang menyesakkan tak akan terjadi. Sungguh penyesalan memang selalu terjadi belakangan.

***


Pasang Poster Motivasi Pribadi Kamu


Wah...ini kali pertama posting dan disesuaikan juga dengan kebutuhan kalian, hei para pelajar (terutama yang akan menghadapi ujian akhir) !

Coba kalian lihat gambar yang di samping kanan ini. Cukup termotivasikah ? Atau kurang termotivasi ?

Sebenarnya dalam menghadapi ujian hidup itu (termasuk ujian sekolah), selain butuh persiapan secara materi (baca: belajar buat ujian) tapi kita juga butuh persiapan secara mental. Liza banyak mendengar dari beberapa orang terpercaya kalau banyak anak-anak cerdas serta tekun yang menga
lami kegagalan. Bukan karena dia nggak belajar. Melainkan dia gagal dikarenakan mentalnya yang nggak siap, ngerasa dirinya pasti gagal.
Nah poster "i am still learning" ini cuco banget digunain pas kalian berniat untuk berkorban. Mengikhlaskan hati untuk tercabik, darah menetes, keringat dan air mata bercucuran hanya untuk TUJUAN kalian.

Oh ya, Liza juga masih punya poster yang betul-betul ngebuat kalian mikir banget tentang hidup ini. Kalian dijamin bakalan berpikir berkali-kali untuk membuang waktu dengan sia-sia. Posternya bisa dilihat, diamati, dipikirkan, dan diamalkan.
Poster-poster tadi kalo bisa ditempel gede-gede di tempat yang sering kita lewatin. Misal, kalo kamu rajin banget ke WC, tempel poster motivasi kamu di sana. Kalo kamu hobi baca novel, selipin poster motivasi ukuran kecil sebagai pembata buku. Dengan hal tadi, jadi lebih bersemangat dan selalu inget tujuan yang mau dicapai apa aja.

Semoga sukses!



Pinterest Gallery

Pages

Sponsor


widget